Geng Filosofi Riset dan Aliran Metodologisnya Posted on April 8, 2022April 9, 2022 By Ardian Setiawan Kalau saya menyebut istilah ‘geng motor’, pasti sampeyan langsung bisa menebak apa makna dari kata ‘geng’. Geng (English: gang) merujuk pada sekelompok orang yang membentuk perkumpulan karena adanya kesamaan, entah itu latar belakang sosial, budaya, minat atau hobi, dll. Peneliti juga punya geng! Keren ya hehe Dari latar belakang metodologi, secara umum geng peneliti terbagi menjadi empat: geng positivism, interpretivism, pragmatism, dan realism. Masing-masing geng itu mempunyai karakteristik yang unik. Geng positivism percaya bahwa pengetahuan didapat dari observasi menggunakan indra (senses), semuanya harus bisa diukur. Jika tidak bisa diukur, maka anggota geng positivism menganggap bahwa itu bukan pengetahuan. Mereka percaya bahwa peneliti harus objektif, tidak boleh melibatkan nilai personal dalam pengumpulan data dan analisis. Anggota geng positivism melihat diri mereka sebagai ‘the objective analyst’. Geng kedua, geng interpretivism, memegang prinsip yang berlawanan dari prinsip geng positivism. Kalau geng positivism percaya bahwa peneliti harus objektif, anggota geng interpretivism percaya bahwa peneliti harus melakukan interpretasi di dalam penelitian. Artinya, peneliti harus menggunakan nilai personal di dalam pengumpulan data dan analisis. Anggota geng ini percaya bahwa ‘subjectivism is part of knowledge’ dan pengetahuan merupakan konstruksi sosial, bukan kenyataan yang objektif. Karena latar belakang metodologis yang berbeda itu, geng positivism dan geng interpretivism sering terlibat tawuran. Entah itu di ruang diskusi tertulis, atau di ruang konferensi. Kalau mereka tawuran, siapa yang bisa mendamaikan? Nah, geng ketiga, pragmatism, adalah kumpulan orang-orang selow yang bisa mendamaikan anggota geng positivism dan geng interpretivism. Ketika ada tawuran, geng pragmatism muncul menengahi. ‘Eh sob, lu ngapain sih tawuran karena hal abstrak gak jelas. Be practical gitu lo. Dunia ini terlalu rumit untuk diteliti dengan satu sudut pandang metodologis. Itu terlalu cupu sob! Pragmatis aja lah. Ayok kerjasama, yang penting tujuan penelitian tercapai’. Anggota geng pragmatism ini suka mengoprek asumsi filosofis, sehingga pengumpulan data dan analisis yang mereka lakukan sangat fleksibel. Mereka bisa menggunakan beragam pendekatan dan strategi yang berasal dari geng lain, termasuk geng positivism dan interpretivism. Slebor Geng yang terakhir, realism, adalah gang geje. Anggota geng ini percaya bahwa realita tidak berhubungan dengan pemikiran manusia. Geng ini paling sulit dimengerti. Anggotanya terbagi menjadi dua, direct realism dan critical realism. Direct realism percaya bahwa ‘what you see is what you get’ – kalau kamu melihat kucing, percaya bahwa itu kucing, maka objek itu adalah kucing. Nah lo, bagaimana kalau itu ternyata anjing yang menyamar menjadi kucing? Critical realism berbeda. Mereka percaya bahwa objek yang diamati seringkali menipu – deceptive. Kalau kamu melihat kucing, jangan percaya itu kucing, harus kritis mengamati itu kucing atau bukan, critical. Geng realism adalah geng yang aneh. Meskipun satu kubu, anggotanya suka berkelahi sendiri, antara direct realism dan critical realism. Mereka suka jambak-jambakan! Geng positivism dan interpretivism agak serem. Kalau mereka tawuran, semuanya jadi mencekam. Maklum, anggotanya banyak. Geng lain suka tawuran, geng pragmatism kemana? Geng pragmatism nongkrong di warung kopi, nonton geng lain bergulat, sambil makan gorengan. Pragmatis banget kan. ‘Itu ngapain sih tawuran. Kompromi aja lah sob’.
Nobody can please everyone Posted on February 28, 2017 If everybody loves you, something is wrong; nobody can please everyone. Therefore, when you say “yes” to others, make sure you’re not saying ‘no’ to yourself – Paulo Coelho, The Pilgrimage Read More
Worry Posted on May 22, 2018 As long as you are worried about what others think of you, you are owned by them – Walsch Read More
Debat akademik Posted on May 22, 2018 Debat akademik itu menyenangkan, karena ada standar, moral dan etika yang memandu kita sehingga bisa menghasilkan gagasan yang produktif. Ide didukung dengan data-data yg relevan dan sahih. Berdebat dengan dasar asumsi itu tidak berujung pangkal, seperti benang kusut, ujungnya berkelahi terjerat asumsi masing-masing. Apalagi dengan dasar ‘konon katanya atau kabarnya’…… Read More