Research Philosophy

Ketika seorang peneliti memilih metode kualitatif, kuantitatif, atau mixed-method, apa yang menjadi dasar pemilihan itu?

Pada tataran praktis, jenis metode yang dipilih bisa dikaitkan dengan tujuan penelitian dan jenis data. Ini yang sering dilakukan oleh peneliti, memilih metode berdasarkan tujuan penelitian dan jenis data yang akan dikumpulkan. Langkah ini tidak salah, namun kita perlu memahami lebih lanjut alasan filosofis yang mendasari metode kualitatif, kuantitatif, dan mixed-method – alasan ini yang menjustifikasi pilihan metode kita pada tataran filosofis. Kita harus memahami filosofi riset (research philosophy).

Apa itu research philosophy? Untuk menjelaskan konsep ini, saya meminjam definisi yang diajukan oleh Bajpai (2011), Tsung (2016), dan Saunders, Lewis, dan Thornhill (2012).

Research philosophy deals with assumption, knowledge, and nature of the study. It is related to the specific way of developing knowledge.

Filosofi riset berkaitan dengan asumsi dan pengetahuan peneliti, serta sifat/karakteristik dari penelitian yang dilakukan. Sehingga, filosofi riset menjadi dasar bagaimana pengetahuan dibangun. Pada umumnya, peneliti lebih sering mempertimbangkan aspek yang terakhir, yaitu nature of the study (yang sebelumnya sudah kita bahas sebagai alasan praktis pemilihan metode). Dua aspek yang lain, yaitu asumsi dan pengetahuan peneliti, masih jarang disentuh. Padahal, dua aspek tersebut sangat penting. Kenapa? Karena peneliti mempunyai asumsi yang beragam tentang sifat kebenaran (truth) dan pengetahuan (knowledge). Research philosophy helps us understand the assumptions.

Di bagian metodologi, kita harus menjelaskan filosofi riset dari penelitian yang kita lakukan. Hal-hal ini yang harus kita tulis:

  1. Peneliti harus secara eksplisit menyebutkan filosofi risetnya, apakah pragmatism, positivism, atau interpretivism.
  2. Alasan yang mendasari pilihan filosofi riset harus dijelaskan, kenapa pragmatism, kenapa positivism, atau kenapa interpretivism? Tidak sekedar kualitatif, kuantitatif atau mixed-methods.
  3. Peneliti harus menjelaskan implikasi filosofi riset terhadap strategi dan tahapan penelitian, serta terhadap metode pengumpulan data yang digunakan. Jika saya memegang positivism, maka apa metode pengumpulan data yang paling sesuai? Jika saya memegang interpretivism, bagaimana saya harus mengumpulkan data penelitian?

Membahas filosofi riset secara eksplisit dalam bab metodologi akan menguatkan posisi metodologis kita sebagai peneliti, sehingga reason seperti ‘saya memilih kualitatif karena malas menghitung angka’ atau ‘saya memilih kuantitatif karena saya tidak bisa menulis banyak’ bisa dihindari. Kita memilih suatu metode karena kita benar-benar memahami filosofi riset yang mendasari metode tersebut.

 

 

 

 

Comments are closed.

Proudly powered by WordPress | Theme: Baskerville 2 by Anders Noren.

Up ↑