Finding yourself is not the right attitude, because this assumes that ‘yourself’ is there, somewhere, and your mission is to find it. What if you never find it?

Create yourself, because it’s always within you.

Don’t play their game

Everybody is playing a game and sometimes they will take you into the field and push you to play it. If you do, there will be two possible results: you win the game or you lose it. Because it’s not your game, the probability that you lose is greater. They set the rules.

Leave it.

Not playing the game doesn’t mean you lose. That means you have your own rules and won’t let others drag you. Leave their game.

Life is like riding a motorcycle.
You will face the wind and rain, but you always have the option to accelerate. Focus on the destination. Just make sure you keep your balance and enjoy the ride. Be grateful for the journey. #life

Barangkali, setiap kita harus menyadari bahwa di belantara ilmu, kita tidak lebih dari remahan rengginang atau rontokan abon malkist. Dengan mengetahui luasnya ilmu, kita bisa menjadi rendah hati.

Kenapa kita tidak boleh membenci orang

Membenci dan berkata buruk tentang makanan saja tidak boleh, apalagi membenci sesama manusia

Sepatutnya biasa saja. Membenci orang lain karena berbeda dari kita itu bentuk pengingkaran kenyataan bahwa kita juga tidak sempurna, dan mungkin ada orang lain yang membenci kita karena ketidaksempurnaan itu. Membenci orang lain karena berbeda juga bisa jadi bentuk kesombongan, karena kita menilai orang lain tidak lebih baik dari kita.

Sepatutnya biasa saja, seperti berhadapan dengan takjil yang beragam. Ambil saja yang baik.

#RefleksiRamadan

The Power of Self-acceptance

Paijo malah ikut tertawa ketika beberapa orang di dalam ruangan itu menertawakan dirinya. Mungkin karena jengkel, orang-orang itu semakin semangat mengolok dan menertawakan Paijo. Tapi Paijo memang aneh. Semakin keras mereka tertawa, semakin keras pula tawa Paijo. Bhahaha…

Mungkin level jengkel mereka sudah memuncak, sampai akhirnya mereka berteriak. ‘Gendeng kowe jo, tak guyu kok kamu ngguyu. Kamu edan ya, kami tertawakan kok kamu tertawa juga’.

Dengan tawa yang dia nikmati, Paijo menjawab ‘Bhahaha… Jangankan sampeyan, saya sendiri lo menertawakan diri saya. Memang bodoh saya ini haha… Saya ikut menikmati kebahagiaan sampeyan menertawakan orang lain’.

‘Pancen edan!’ Umpat salah satu dari mereka sambil bergerak menjauh. Kemudian, semua ikut berjalan menjauh, meninggalkan Paijo sendiri di dalam ruangan.

Paijo mendekati kursi di sisi ruangan. Duduk tenang, dia menikmati kopi yang sudah tidak panas lagi. Dia biasa saja.

Paijo sudah terlatih remuk hati. Bully itu semacam biskuit yang sering dia nikmati di masa lalu. Sudah biasa. Dia tahu, menyangkal dan melawan orang lain yang menertawakan tidak akan membuatnya merasa lebih baik. Sebaliknya, menerima kekurangan dirinya dan ikut tertawa membuatnya lebih kuat.

Pelan, Paijo bergumam ‘it’s the power of self-acceptance bro’

ARDIAN.ID

Hi, I’m Ardian – a passionate learner. I’m a professional Language Consultant (LC) and the Chief Editor of Prosemantic – professional translation and proofreading-editing service provider (visit s.id/prosemantic). I love twisting my thoughts into words.

In this home section, you’ll find short posts reflecting my views on common issues, sort of coffee-tea things and the like. I put links to research and teaching-learning materials in the resources section. Ruang Kelas is a page for my teaching activity. If you want to know more about me and my professional interests, visit the about section.

Cheers

 

Progress over perfection #invictus
Layanan Proofreading & Translation
s.id/prosemantic atau WA 08117887000

Paradok

Seperti anjuran untuk menyelamatkan hutan dan pepohonan yang dicetak di atas berlembar-lembar kertas

Seperti manusia yang berharap surga, percaya bahwa dunia hanya tempat persinggahan sementara, tapi berebut dunia seperti hidup selamanya

Percaya bahwa Tuhan menilai manusia dari kadar taqwanya, kemudian menilai sesama manusia dari merk mobilnya.

Bahwa di depan Tuhan semua manusia setara. Di mata manusia, kita berada pada kelas sosial yang berbeda.

Ironis

Kalah

Sesekali saya biarkan anak-anak kalah, supaya mereka mengerti bahwa terkalahkan itu manusiawi, supaya mereka bisa menerima kenyataan bahwa hidup tidak melulu tentang kemenangan dan keberhasilan.

Alasan lain yang lebih penting. Saya biarkan mereka kalah supaya mereka bisa menjadi lebih peka hati dan penuh kasih, bisa berempati, bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, sehingga mereka tidak jumawa terhadap kemenangan dan pencapaian.

Sesekali biarkan mereka kalah, agar mereka tidak menjadi manusia egois.

Dialogisme dalam hidup

Seorang teman datang dengan penuh emosi. ‘Kurang ajar penulis itu. Dia menulis kalimat-kalimat yang tidak bisa saya terima. Saya tersinggung’.

‘Sik, kenapa bro?’ saya bertanya lewat jalur panggilan yang samar, mungkin jaringan sedang tidak baik.

‘Dia menulis kalimat begitu, maksudnya pasti menyinggung saya. Saya emosi’.

‘Haha.. Ojo gampang ngamuk ta bro. Kita kan tahu, makna tulisan itu dibangun dari persepsi dan pemahaman kita, bukan sekedar dari teks yang ditulis. Artinya, aktivitas membaca itu dialogis, kalau boleh meminjam istilah mas Bakhtin, dialogism. Penulis menuangkan idenya melalui kata dan kalimat yang dipilih, tapi bagaimana pembaca memahami itu tergantung dari keberterimaan pembaca, bagaimana pembaca mencerca tulisan. Ada yang habis sholat, terus membaca, reaksinya biasa saja karena emosinya tenang. Ada yang belum makan, luwe laper, membaca kalimat itu jadi emosi. Seperti kamu.. Haha. Udah makan apa belum sampeyan?’

‘Durung 😁

‘Ayo mangan. Ooo tibake laper arek iki’ *%@ 😁😅

Systematic and Critical Thinking

𝐃𝐮𝐚 𝐡𝐚𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐰𝐚𝐣𝐢𝐛 𝐝𝐢𝐤𝐮𝐚𝐬𝐚𝐢 𝐦𝐚𝐡𝐚𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐚𝐢𝐭 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 ‘𝐭𝐡𝐢𝐧𝐤𝐢𝐧𝐠’ – 𝐩𝐫𝐨𝐬𝐞𝐬 𝐛𝐞𝐫𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫.

(1). Systematic Thinking – banyak mahasiswa di berbagai level masih belum bisa berpikir sistematis. Kemampuan untuk mengorganisir informasi masih belum cukup baik.

(2). Critical Thinking – belum mampu dan belum ‘berani’ berpikir kritis, cenderung menerima konsep/ide dan pandangan tanpa evaluasi kritis yang cukup.

Dua hal ini berkaitan erat dengan bagaimana kita mengorganisir, mengevaluasi/analisa, dan menyajikan informasi (termasuk data).

Jika dua hal ini kurang/tidak baik, biasanya organisasi, evaluasi/analisis, dan penyajian informasi menjadi kurang/tidak baik pula.

Mahasiswa harus sering berlatih systematic dan critical thinking supaya bisa menghasilkan pemikiran yang terorganisir dengan baik, berdasar pada evaluasi/analisis yang baik, dan tersaji dengan baik sehingga mudah dipahami.

#Thinking

Students out there

Sekitar tahun 2008, bersama beberapa teman, saya terlibat dalam proyek Microsoft for Indonesia. Salah satu tujuan proyek tersebut adalah mengukur computer literacy guru-guru dan siswa di beberapa daerah.

Banyak hal menggembirakan. Namun, kita juga menemukan kondisi yang membuat kita sedih.

Pada umumnya, sekolah sudah memiliki komputer (dan lab), tapi banyak siswa dan beberapa guru tidak mempunyai akses menggunakan komputer (akses ya, bukan kepemilikan komputer atau laptop). Saat itu, masih banyak guru tidak memiliki komputer atau laptop personal, sehingga satu komputer digunakan 4 sampai 6 guru.

Bagaimana dengan siswa? Bisa ditebak.

Saat kita ‘terpaksa’ beralih ke mode belajar melalui internet, mereka yang selalu ada di kepala saya. Semoga aksesnya semakin membaik. Semoga kondisi ekonomi mereka sudah membaik, sehingga mereka bisa mengikuti mode belajar yang berlaku saat ini

You’re a doughnut

Imagine this. You’re a sweet, soft and fluffy doughnut. Would you change yourself to salty chicken porridge if someone is trying to irritate you? No, please don’t.

Anytime in the future, when someone is trying to insult you, don’t change yourself. Say this to yourself…

I’m a sweet, soft… fluffy doughnut 🍩

Student well-being

Selain pertanyaan ‘how’s the progress?’ dan ‘what chapter are you working on?’ – pertanyaan lain yang sering diajukan pembimbing riset doktoral saya adalah ‘are you ok?’ – ‘are you feeling ok?’.

Yes, student well-being adalah salah satu aspek penting dari studi. Studi (dan hampir semua layanan kampus) sangat berorientasi pada mahasiswa. Dalam proses studi, pembimbing bertanggung jawab akan dua hal, penyelesaian riset dan student well-being.

Saya akan fokus ke student well-being. Apa dampaknya terhadap mahasiswa? Saya merasa nyaman dan menikmati masa studi (malah kalau boleh studi lagi, saya mau 😁 #ngarep). Saya merasa mendapatkan banyak hal, bukan sekedar ilmu, tetapi pengalaman hidup. Living experience, seperti yang dijanjikan di iklan-iklan kampus luar negeri. Hah? Apalagi itu living experience?

Awalnya saya kita ini cuma jargon marketing, ternyata bukan. Sebagai mahasiswa riset, saya menghabiskan banyak waktu di kampus. Eh malah lebih sering di kampus, numpang kenyamanan 😁… Bisa dibilang, saya hidup di kampus. Living experience beneran. Saya kira ini juga berlaku di kampus-kampus dalam negeri. Buat mahasiswa, kuliah bukan sekedar proses untuk mendapatkan ilmu dan keterampilan. Lebih dari itu, kuliah adalah pengalaman hidup, yang menentukan pilihan hidup selanjutnya, mau kuliah lagi atau kapok ga mau lagi kuliah 😁 #trauma

Kembali ke ‘are you feeling ok?’ – saya sering mendengar cerita sebaliknya dari teman-teman yang menempuh kuliah S2 dan S3 di dalam negeri. Pada umumnya cerita horor, tentang bagaimana pembimbing yang galak, antara ada dan tiada, sampai ndak direken dan dianggap hantu. Mudah-mudahan tidak demikian.

Dua hal penting, student well-being dan kuliah sebagai living experience

Proudly powered by WordPress | Theme: Baskerville 2 by Anders Noren.

Up ↑