Dialogisme dalam hidup

Seorang teman datang dengan penuh emosi. ‘Kurang ajar penulis itu. Dia menulis kalimat-kalimat yang tidak bisa saya terima. Saya tersinggung’.

‘Sik, kenapa bro?’ saya bertanya lewat jalur panggilan yang samar, mungkin jaringan sedang tidak baik.

‘Dia menulis kalimat begitu, maksudnya pasti menyinggung saya. Saya emosi’.

‘Haha.. Ojo gampang ngamuk ta bro. Kita kan tahu, makna tulisan itu dibangun dari persepsi dan pemahaman kita, bukan sekedar dari teks yang ditulis. Artinya, aktivitas membaca itu dialogis, kalau boleh meminjam istilah mas Bakhtin, dialogism. Penulis menuangkan idenya melalui kata dan kalimat yang dipilih, tapi bagaimana pembaca memahami itu tergantung dari keberterimaan pembaca, bagaimana pembaca mencerca tulisan. Ada yang habis sholat, terus membaca, reaksinya biasa saja karena emosinya tenang. Ada yang belum makan, luwe laper, membaca kalimat itu jadi emosi. Seperti kamu.. Haha. Udah makan apa belum sampeyan?’

‘Durung 😁

‘Ayo mangan. Ooo tibake laper arek iki’ *%@ 😁😅

Comments are closed.

Proudly powered by WordPress | Theme: Baskerville 2 by Anders Noren.

Up ↑